Menyambung Diploma di Kolej Islam

Menyambung Diploma di Kolej Islam
untuk memohon sila klik pada gambar ini

PENGAJIAN ISLAM

kepada yang ingin menyambung pelajaran dalam bidang pengajian islam sila klik sini

Rabu, 21 Oktober 2009

Amalan bertasawwuf


Islam merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah sekaligus batiniah. Hal ini tampak misalnya melalui keterkaitan erat antara niat (aspek esoterik) dengan beragam praktek peribadatan seperti wudhu, shalat dan ritual lainnya (aspek eksoterik). Tasawuf merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkan perhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniah manusia yang dapat menghidupkan kegairahan akhlak yang mulia. Jadi sebagai ilmu sejak awal tasawuf memang tidak bisa dilepaskan dari tazkiyah al-nafs (penjernihan jiwa). Upaya inilah yang kemudian diteorisasikan dalam tahapan-tahapan pengendalian diri dan disiplin-disiplin tertentu dari satu tahap ke tahap berikutnya sehingga sampai pada suatu tingkatan (maqam) spiritualitas yang diistilahkan oleh kalangan sufi sebagai syuhud (persaksian), wajd (perjumpaan), atau fana’ (peniadaan diri). Dengan hati yang jernih, menurut perspektif sufistik seseorang dipercaya akan dapat mengikhlaskan amal peribadatannya dan memelihara perilaku hidupnya karena mampu merasakan kedekatan dengan Allah yang senantiasa mengawasi setiap langkah perbuatannya. Jadi pada intinya, pengertian tasawuf merujuk pada dua hal: (1) penyucian jiwa (tazkiyatun-nafs) dan (2) pendekatan diri (muraqabah) kepada Allah.

Secara harfiah terdapat beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di antara penafsiran itu antara lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari kata safa (suci hati dan perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan Tuhan), suffah (menyamai sifat para sahabat yang menghuni serambi masjid nabawi di masa kenabian), saufanah (sejenis buah/buahan yang tumbuh di padang pasir), safwah (yang terpilih atau terbaik), dan bani sufah (kabilah badui yang tinggal dekat Ka’bah di masa jahiliyah). Menurut Imam Qushaeri, keenam pendapat tersebut di atas jauh dari analogi bahasa kata sufi. Sedangkan yang lebih sesuai adalah berasal dari kata suf (bulu domba). Hal ini dinisbahkan kepada kebiasaan para sufi klasik yang memakai pakaian dari bulu domba kasar sebagai simbol kerendahan hati. Dalam kaidah ilmu sharaf, tasawwafa berarti memakai baju wol, sejajar dengan taqammasa yang berarti memakai kemeja.

Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibn al-Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa belakangan. Corak sufisme yang mereka tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Islam sekalipun mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah, keutamaan akhlak dan juga keadilan, tetapi sama sekali tidak pernah mengajarkan hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah sebagaimana akrab dalam tradisi mistisisme agama-agama lainnya. Abdul Qadir Mahmud menyatakan bahwa pola hidup sufistik yang diteladankan oleh sirah hidup Nabi dan para sahabatnya masih dalam kerangka zuhud. Kata Ahmad Sirhindi, tujuan tasawuf bukanlah untuk mendapat pengetahuan intuitif, melainkan untuk menjadi hamba Allah. Menurutnya, tidak ada tingkatan yang lebih tinggi dibanding tingkat ‘abdiyyat (kehambaan) dan tidak ada kebenaran yang lebih tinggi di luar syariat. Jadi, orientasi fundamental dalam perilaku sufistik generasi salaf adalah istiqamah menunaikan petunjuk agama dalam bingkai ittiba’, dan bukannya mencari karomah atau kelebihan-kelebihan supranatural.

Adapun tasawuf yang berkembang pada masa berikutnya sebagai suatu aliran (mazhab), maka sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam dapat dikatakan positif (ijabi). Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman maka tasawuf tersebut menjadi mazhab yang negatif (salbi). Tasawuf ijabi mempunyai dua corak: (1) tasawuf salafi, yakni yang membatasi diri pada dalil-dalil naqli atau atsar dengan menekankan pendekatan interpretasi tekstual; (2) tasawuf sunni, yakni yang sudah memasukkan penalaran-penalaran rasional ke dalam konstruk pemahaman dan pengamalannya. Perbedaan mendasar antara tasawuf salafi dengan tasawuf sunni terletak pada takwil. Salafi menolak adanya takwil, sementara sunni menerima takwil rasional sejauh masih berada dalam kerangka syari’ah. Sedangkan tasawuf salbi atau disebut juga tasawuf falsafi adalah tasawuf yang telah terpengaruh secara jauh oleh faham gnostisisme Timur maupun Barat. Terdapat beberapa pendapat tentang pengaruh luar yang membentuk tasawuf Islam, ada yang menyebutkannya dari kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kehidupan materiil. Ada pula yang menyebutkannya dari pengaruh ajaran Hindu dan juga filsafat neoplatonisme. Dalam Hindu misalnya terdapat ajaran asketisme dengan meninggalkan kehidupan duniawi guna mendekatkan diri kepada Tuhan dan menggapai penyatuan antara Atman dan Brahman. Pythagoras juga mengajarkan ajakan untuk meninggalkan kehidupan materi dengan memasuki dunia kontemplasi. Demikian juga teori emanasi dari Plotinus yang dikembangkan untuk menjelaskan konsep roh yang memancar dari dzat Tuhan dan kemudian akan kembali kepada-Nya. Pada konteks ini, tujuan mistisisme baik dalam maupun di luar Islam ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog langsung antara roh manusia dan Tuhan, kemudian mengasingkan diri dan berkontemplasi.

Lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor: (1) reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat, (2) perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari aspek moral-spiritual, (3) katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis didominasi oleh nalar kekerasan. Karena itu sebagian ulama memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan agama dengan praktek-praktek yang berlumuran darah. Menurut Hamka, kehidupan sufistik sebenarnya lahir bersama dengan lahirnya Islam itu sendiri. Sebab, ia tumbuh dan berkembang dari pribadi Nabi saw. Tasawuf Islam sebagaimana terlihat melalui praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya itu sebenarnya sangatlah dinamis. Hanya saja sebagian ulama belakangan justru membawa praktek kehidupan sufistik ini menjauh dari kehidupan dunia dan masyarakat. Tasawuf kemudian tak jarang dijadikan sebagai pelarian dari tanggung jawab sosial dengan alasan tidak ingin terlibat dalam fitnah yang terjadi di tengah-tengah umat. Mereka yang memilih sikap uzlah ini sering mencari-cari pembenaran (apologi) atas tindakannya pada firman Allah yang antara lain berbunyi:
الله يحكم بينهم يوم القيامة فيما كنتم فيه تختلفون
Padahal dapat diketahui bersama bahwa nabi dan para sahabatnya sama sekali tidak melakukan praktek kehidupan kerahiban, pertapaan atau uzlah. Mereka tidak lari dari kehidupan aktual umat, tetapi justru terlibat aktif mereformasi kehidupan yang tengah dekaden agar menjadi lebih baik dan sesuai dengan cita-cita ideal Islam.
وعباد الرحمان الذين يمشون على الأرض هون وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما والذين يبيتون لربهم سجدا وقياما والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قواما

Sebagaimana halnya fikih dan kalam, tasawuf memang sering dipandang sebagai fenomena baru yang muncul setelah masa kenabian. Tetapi tasawuf dapat berfungsi memberi wawasan dan kesadaran spiritual atau dimensi ruhaniah dalam pemahaman dan pembahasan ilmu-ilmu keislaman. Seperti diungkap R.A. Nicholson, bahwa tanpa memahami gagasan dan bentuk-bentuk mistisisme yang dikembangkan dalam Islam, maka hal tersebut serupa dengan mereduksi keindahan Islam dan hanya menjadi kerangka formalitasnya saja. Dimensi mistis dalam tiap tradisi keagamaan cenderung mendeskripsikan langkah-langkah menuju Tuhan dengan imaji jalan (the path). Misalnya, di Kristen dikenal 3 (tiga) jalan: the via purgativa, the via contemplativa, dan the via illuminativa. Hal serupa ada pula dalam Islam, dengan mempergunakan istilah shari’a, tariqa, dan haqiqa. Praktik kesufian sebagaimana dipahami secara umum dewasa ini memang menuntut disiplin laku-laku atau amalan-amalan yang merupakan proses bagi para salik menemukan kesucian jiwanya. Salik adalah istilah yang diberikan kepada para pencari Tuhan, yaitu orang-orang yang berusaha mengadakan pendekatan (taqarrub) untuk mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.

Jalan spiritual yang ditempuh para sufi tidaklah mudah. Dalam tradisi kesufian, tingkatan-tingkatan spiritual digambarkan dalam analogi titik pemberhentian (station atau maqam) yang antara sufi satu dengan lainnya sering terdapat perbedaan pendapat. Station ini antara lain: (1) taubat, (2) zuhud, (3) sabar, (4) tawakkal, (5) ridha, (6) mahabbah, (7) ma’rifah, (8) fana’, (9) ittihad, (10) hulul. Selain maqam, tradisi sufi mengenal apa yang disebut dengan hal (jamaknya ahwal, state). Yakni situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah atas riyadhah atau disiplin spiritual yang dijalaninya. Suatu situasi kejiwaan tertentu terkadang terjadi hanya sesaat saja (lawaih), adakalanya juga relatif cukup lama (bawadih), bahkan jika hal tersebut sudah terkondisi dan menjadi kepribadian, maka hal inilah yang disebut sebagai ahwal. Beberapa ahwal yang banyak dianut oleh kalangan sufi rumusannya sebagai berikut: (1) muraqabah, (2) khauf, dan (3) raja’, (4) Syauq, (5) Uns, (6) tuma’ninah, (7) musyahadah, (8) yakin. Allah dalam surat al-Nisa ayat 77 menyatakan, “Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sementara dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Dalam wacana kesufian, takhalli ‘an al-radzail atau membersihkan diri dari perbuatan tercela merupakan langkah awal untuk membersihkan hati seseorang. Sedangkan tahalli bi al-fadail atau menghiasi diri dengan sifat-sifat luhur adalah tangga berikutnya untuk mencapai tingkat spiritualitas yang lebih tinggi yaitu tajalli (lihat gambar). Jadi disini, tarekat (dari kata tariq = anak jalan) digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pada syariat (dari kata syari’ = jalan utama). Ini sebuah pengandaian olah kalangan sufi bahwa sesungguhnya sekolah tasawuf adalah cabang dari dogma agama.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Keluarga Bahagia

Keluarga Bahagia
AL-QURAN DAN KELUARGA BAHAGIA Al-Quran menjelaskan bahawa Nabi kita SAW adalah contoh teladan yang baik untuk dijadikan contoh kepada ciri-ciri keluarga bahagia. Firman Allah SWT : Maksudnya: "Demi sesungguhnya adalah bagi kamu pada diri Rasulullah SAW itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang-orang yang sentiasa mengharapkan (keredaan) Allah dan (balasan baik) hari akhirat serta ia pula menyebut dan mengingati Allah banyak-banyak (dalam masa susah dan senang)". (Surah Al-Ahzaab : Ayat 74). Ayat tersebut menjelaskan bahawa mereka yang mengharapkan keredaan Allah dan balasan yang baik di akhirat nanti disamping mereka tergolong dari kalangan mereka yang banyak mengingati Allah, maka bagi mereka contoh ikutan yang terbaik dari segala yang terbaik ialah diri Rasulullah SAW. Ini jelas membawa makna bahawa sekiranya kita ingin menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini dengan penuh rasa kebahagian dan menikmati penghidupan di akhirat dengan kebahagian, maka kita hendaklah mencontohi diri Baginda SAW dalam apa jua bidang, tanpa berpilih-pilih dan cuba mencontohi yang mana kita rasa bersesuaian dengan diri kita sahaja. Demikian juga dari sudut kehidupan berkeluarga. Umat Muhammad SAW hendaklah mempelajari, mengkaji seterusnya mengamalkan bagaimana Baginda menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini sebagai jambatan untuk menempuh penghidupan yang kekal abadi di akhirat nanti. Maksudnya kebahagiaan di dunia ini berhubung kait dengan kebahagiaan di akhirat nanti. Ini sekaligus menyanggah pendapat mereka yang hanya mementingkan kebahagiaan hidup di dunia semata-mata tanpa mengambil kira kebahagiaan hidup di akhirat. Demikian pula halnya pendapat yang hanya mengutamakan kebahagaiaan hidup di akhirat semata-mata lalu memandang sepi kebahagiaan hidup di dunia ini. Tiada yang terlebih bahagia kecuali kebahagiaan hidup berkeluarga yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. Cuma apa yang mungkin menyebabkan penilaian manusia itu berbeza-beza tentang konsep bahagia itu, ada hubung kait dengan tahap keislaman, keimanan dan ketakwaan masing-masing. Maknanya untuk menerima baik hakikat kehidupan Rasulullah SAW itulah yang terbaik dari yang terbaik, berkait rapat dengan ‘maqam’ atau martabat masing-masing dari sudut keislaman, keimanan dan ketakwaan. Apabila seseorang itu mempunyai tahap, maqam atau martabat keislaman, keimanan dan ketaqwaan yang rendah, ia sudah tentu tidak dapat menerima konsep kebahagiaan yang dijalani oleh Nabi SAW yang memperjuangkan hidup dalam taraf kemiskinan dari segi material. Tetapi mereka yang mempunyai tingkat keimanan dan ketakwaan yang tinggi, tidak akan menjadikan material sebagai kayu pengukur kepada makna kebahagiaan itu. Semakin tinggi tahap keimanan dan ketaqwaan seseorang itu maka semakin jelas baginya bahawa kebahagiaan yang hakiki itu adalah sepertimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dan juga Khulafaur Rasyidin, yang rata-rata melihat kebahagiaan itu berpaksikan keimanan dan ketakwaan yang tinggi, atau dengan kata lain menilai kebahagiaan itu dengan rohani, jasmani dan akal yang sihat tanpa ada mengidap apa-apa penyakit. Hanya mereka yang benar-benar sihat keseluruhan tiga aspek tadi sahaja yang merasa kebahagiaan yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW itu sebagai kebahagian yang hakiki. Al-Quran pula mahu semua manusia amnya dan umat Islam khasnya memilih kehidupan berumah tangga yang bahagia seperti yang ditunjukkan oleh Nabi SAW. Ini jelas apabila Ummul-Mukminin Saiyiditina ‘Aisyah R.A ditanya mengenai akhlak Rasulullah SAW, beliau segera menjawab bahawa: "Akhlak Rasulullah SAW itu ialah (seperti tuntutan) Al-Quran". Firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 74, hadis yang baru disebutkan (di atas) dan banyak lagi ayat serta hadis yang mengupas mengenai akhlak dan peribadi mulia Rasulullah SAW jelas menunjukkan bahawa Al-Quran adalah sebagai penjana keluarga bahagia, manakala Rasulullah SAW pula disahkan sebagai contoh yang mesti dikuti oleh seluruh manusia amnya dan umat Islam khasnya, jika benar-benar inginkan sebuah keluarga bahagia dalam erti-kata kebahagian yang hakiki.

TEMPAT NAK KONVO

TEMPAT NAK KONVO


teringin nak naek bas nih

teringin nak naek bas nih

masa takbir raya di rumah duta (yaman 2007)

masa takbir raya di rumah duta (yaman 2007)

DENGAN USTAZ AMIN

DENGAN USTAZ AMIN

TIME NI KT SUNGAI GABAI

TIME NI KT SUNGAI GABAI
Haaa..kwn2.. time ni kitaowg g jalan2 kt sungai gabai..mmg gempak giler best la.. tak terkata poun ada..nnt bole la kowg smua lawat kt tempat ni k.. jgn lupa:)

TIME NI KITORG DAH NAK BALIK DAH

TIME NI KITORG DAH NAK BALIK DAH

TIME TO EAT

TIME TO EAT

kata mak, KAWAN tu ibarat lebah,habis madu sepah dibuang....... kata abah, KAWAN tu umpama bunga ros, dipandang cantik dipegang sakit...... kata atuk, KAWAN tu seperti air, terus me ngalir..... kata nenek, KAWAN tu bak bulan, dipuja dan disanjung tp nun jauh di sana .... kate sedare, kawan tu mcm makanan, kawan makan kawan!! kata abang, KAWAN tu seperti lembu, me ngikut saje ape dikata........ kata kakak, KAWAN tu tak ubah macam durian, bau je busuk tp sedap dimakan.... kata adik, KAWAN tu macam biskut, sekejap ade sekejap takde....... kata aku, kawan tu tak kisahlah camner.. walaupun dia IBARAT LEBAH, UMPAMA BUNGA ROS, SEPERTI AIR, BAK BULAN, SEPERTILEMBU, TAK UBAH MACAM DURIAN & MACAM BISKUT!!! dia tetap kawan... tau tak sebab ape??? sekali aku dah kawan ngan diaselamanye dia ttp kawan aku... itu cara aku berkawan..!! walaupun kita me mpunyai kekasih, tapi teman tetap paling setia. walaupun kita punyai harta yg banyak, teman tetap paling berharga.

PERMANDAGAN YAMAN YANG BEGITU INDAH SEKALI

PERMANDAGAN YAMAN YANG BEGITU INDAH SEKALI
SANA’A LAMA Merupakan satu-satunya kota lama dan menjadi penempatan manusia yang dijumpai oleh Sam anak kepada nabi Nuh ‘Alaihis Salam. Sam telah datang ke Yaman dari utara untuk meninjau tempat-tempat untuk dibuat penempatan dan beliau juga telah memilih tempat mengikut halatuju mengikut seekor burung. Sehingga sekarang masih segar dengan gelaran Bandar Sam, semenjak 1984m UNESCO mengishtiharkan sebagai “ Warisan Manusia di Dunia” . Meninjau ke Kota Lama ada pelbagai aneka jualan, melawat ke Muzium Kebangsaan dan ianya merupakan suatu yang unik serta seni bina yang menakjubkan . Kota Sana’a Lama juga merupakan muzium yang hidup dengan kecantikan bandar ini meberi ilham kepada para penulis, penyair (penyajak), arkitek dan para pelancong.

istana balqis, yaman

istana balqis, yaman
SEJARAH Yaman juga dikenali dalam beberapa buah buku sejarah dengan beberapa nama. Ada juga buku geografi yang lama bertajuk ( Arab Felix ) di dalam lagenda lama Yaman juga dikenali sebagai negara selatan, Raja Saba’, Raja Selatan dan Raja Timna. Ada sesetengah pendapat perkataan Yaman diambil daripada seorang pemerintah seperti Aiman bin Yaarup bin Qahtan lagenda arab kuno. Ramai orang-orang arab mengatakan perkataan Yaman diambil dari perkataan Yamn ( rahmat, berkat dan makmur ) bersamaan dengan nama ( Arab Felix ) dan sesetengah pendapat mengklasifikasikan Yaman diambil dari “yumna” ( arab dari kanan Ka’abah ). Orang-orang dari timur mereka mengatakan ianya arah kehadapan yang kanan kepada arah yang betul. Sebabnya arah kanan merupakan satu simbol atau lambang kepada kejayaan dan keberuntungan. Sesetengah orang arab sendiri termasuk orang-orang Yaman beranggapan perkataan ‘al- Sham’ ialah utara dan ‘al- Yaman’ ialah selatan dan hari ini kita dapati Yaman dikenali sebagai Republik Yaman.

Masjid Al- Janad: Masjid ini terletak kira- kira 6 km dari utara Ta’iz,dan telah dibina semasa zaman baginda Nabi Muhammad S.A.W. oleh sahabatnya Mu’az bin Jabal . Masjid ini dan ‘Masjid Besar’yang terletak di Sana’a merupakan masjid tertua di Yaman yang dibina oleh para sahabat. Shibam: Terkenal dengan bangunan lama pencakar langit . Shibam juga dijumpai pada kurun ke-3, ianya merupakan ibu negeri bagi kerajaan kuno di Hadhramaut selepas jatuhnya bandar Syabwah dan merupakan sebuah bandar yang tiada bandingannya ianya diperbuat daripada tanah liat dan sangat mengagumkan dengan ukiran corak tingkap dan pintu yang diperbuat dari kayu. Kita dapat menggambarkan keunikkan bandar tersebut ketika mana matahari terbit dan terbenam. Para pelancung juga dialu-alukan dan digalakkan untuk bersama menikmati keindahan semulajadi. Tarim: Merupakan tempat menarik yang terletak di tengah-tengah Hadhramaut semenjak sepuluh abad yang lalu, ianya terdapat sebuah bandar yang unik dengan terdapat banyak masjid dan istana. Pelancong dialu-alukan menziarahi untuk melihat sendiri keistimewaa bandar tersebut. Kawasan ini juga ramai melahirkan ulama’- ulama’ yang terkenal pada zaman dahulu dan ulama’-ulama’ inilah yang menyampaikan Islam ke Malaysia melalui perdagangan. Di sini juga terdapat perpustakaan Ahqaf yang merupakan kesan peninggalan lama ulama’ terdahulu. Mukalla: Merupakan ibu kota Gabenor Hadhramaut suatu masa dahulu dan merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan yang terletak di persisiran pantai Laut Hindi. Di sini kita dapati kesenian lama dengan pelbagai ukiran tingkap dan pintu. Tempat-tempat menarik di sepanjang pantai yang penuh ketenangan dan jauh dari kesibukan kota utama. Aden: Merupakan sebuah kota penempatan semenjak berzaman lagi. Lagenda mengatakan Cain dan Abel orang yang menjumpai Aden. Ianya juga menjadikan pelabuhan semulajadi dan menjadi sumber ekonomi untuk jangkamasa depan Yaman sendiri. Pelancong juga dialu-alukan untuk melawat tadahan air zaman lampau yang menganggumkan digelar takungan, istana sultan, masjid al-‘Idrus, rumah dari rimbaud dan kincir angin. Tak lupa juga persisiran pantai Mohur dan juga pusat membeli-belah. Aktiviti bagi memeriahkan pelancongan anda dengan melawat At-Taweela iaitu tempat pengumpulan sejarah. Mengikut ahli sejarah lembah ini adalah yang pertamanya di abad masihi sepanjang pemerintahan Himyari juga memiliki dua puluh juta gelen air terletak di kawasan tengah kampung Taweela.